Kamis, 19 November 2020

 

Transplantasi Terumbu Karang

Ahmad Yafi

Fakultas Teknobiologi Program Studi Bioteknologi

Bioteknologi Terumbu Karang 

Universitas Teknologi Sumbawa

Terumbu karang merupakan ekosistem perairan yang khas terdapat di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman biota yang tinggi (Nontji, 1987). Ekosistem terumbu karang memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan ekologi pantai dan pesisir, terutama sebagai sumber nutrien bagi habitat yang berada di sekitar ekosistem ini. Terumbu karang memiliki bentuk dan struktur yang membuatnya unik sebagai salah satu ekosistem yang hidup di dalam laut. Diperkirakan lebih dari 3.000 spesies biota laut dapat dijumpai pada ekosistem terumbu karang. Suharsono (2008) mencatat, jenis-jenis karang yang ditemukan di Indonesia diperkirakan sebanyak 590 spesies yang termasuk dalam 80 genus karang. Namun saat ini terumbu karang menghadapi ancaman yang besar dari dampak berbagai kegiatan manusia, baik dari pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, overfishing, maupun polusi. Berbagai aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan dan perubahan iklim Global telah menyebabkan terumbu karang mengalami kerusakan, luasan terumbu karang yang masuk dalam kategori baik semakin menurun sementara ia mengalami kerusakan semakin meningkat.  penangkapan menggunakan bahan peledak dan bahan beracun telah menyebabkan tingkat kerusakan yang cukup parah pembangunan di daerah pesisir juga menyebabkan penurunan kualitas perairan di daerah pesisir, yang secara langsung menghambat laju pertumbuhan terumbu karang. pada daerah dengan laju sedimentasi yang tinggi bahkan dapat  menyebabkan kematian terumbu karang. 

Dampak tersebut kini telah mengarah pada kerusakan ekosistem terumbu karang secara global. Terumbu karang telah mengalami perubahan besar dalam beberapa waktu terakhir serta kondisinya memburuk hingga 60% untuk 50 tahun yang akan datang (Wilkinson, 2002 dalam Hughes et al., 2003). Terumbu karang dengan kriteria baik hanya tersisa 5,3 % dari luas terumbu karang Indonesia (Suharsono, 2008). Secara alami karang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat melakukan pemulihan (Soong dan Chen, 2003). 

Terumbu karang yang sudah dalam kondisi rusak parah membutuhkan waktu yang lama untuk dapat kembali pulih karena laju pertumbuhan terumbu karang yang lambat untuk dapat mempercepat laju pemulihan terumbu karang diperlukan intervensi manusia, misalnya dengan melakukan transplantasi karang pada daerah yang mengalami kerusakan.  Teknologi transplantasi karang adalah salah satu alternatif upaya untuk pemulihan terumbu karang melalui pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk ditanam di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan.

Namun pelaksanaan tidak semudah yang dibayangkan, karena harus pula diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transplantasi. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan reproduksi karang dengan fragmentasi meliputi ukuran fragmen, tipe substrat tempat fragmen diletakkan, dan jenis karang (Thamrin, 2006). Ukuran awal fragmen yang digunakan adalah 3 cm dan 5 cm. Edwards dan Gomez (2008) menjelaskan, fragmen yang kecil (sekitar 1-3 cm) dapat secara sukses dibudidayakan di tengah laut atau di dasar laut hingga cukup besar.

 

Gambar 1. Proses pemotongan fragmen meninggalkan bekas luka, sehingga fragmen butuh waktu untuk melakukan proses penutupan luka. Pengeluaran lendir (mucus) akibat proses pemotongan diduga merupakan tanda bahwa karang mengalami stres. Kemudian tumbuh karang baru hingga dewasa.


Dewasa ini metode yang digunakan untuk transplantasi karang cukup banyak. Pemilihan metode transplantasi karang baiknya mempertimbangkan  cara yang efektif dan tingkat efisiensinya tinggi sehingga lebih efektif  dalam proses pembuatan dan aplikasinya. 

Menurut Kurniawan (2011), beberapa metode transplantasi Karang yang umum digunakan antara lain sebagai berikut  :

 

1. Metode Patok 

Metode ini merupakan metode transplantasi dengan menggunakan patok kayu tahan air atau besi yang di cat anti karat kemudian  di dasar perairan. 

 

2 Metode Jaring 

Metode ini merupakan metode transplantasi Karang ikan menggunakan jaring  tali ris yang berukuran sesuai dengan kebutuhan

 

 3. Metode Jaring dan Substrat

Dengan menggunakan jaring yang dilengkapi dengan substrat terbuat dari semen, keramik atau gerabah ukuran 10 * 10 cm 

4. Metode jaring dan rangka 

Dengan menggunakan rangka besi anti karat berukuran 100 * 80 cm dengan ujung-ujungnya terdapat kaki masing-masing sepanjang 10 cm. pada bagian atas ditutupi oleh jaring. 

5. Metode Jaring , Rangka dan  Substrat.

Merupakan metode transplantasi perpaduan antara metode ajarin dengan substrat. diameter substrat lebih kurang 10 cm dengan tebal 2 cm dan panjang patok 5 -10 cm. 

 

Referensi

Edwards, A. J. & Gomez, E. D. 2008. Reef Restoration Concepts and Guidelines: Making Sensible    Management Choices In The face of uncertainty. 38:363. Diterjemahkan oleh Yayasan Terumbu Karang Indonesia.

Kurniawan, D. (2011). Studi Pertumbuhan      Dan Tingkat Kelangsungan Hidup              Karang Goniopora stokesii (Blainville, 1830)    Menggunakan Teknologi Biorock. Fakultas      Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas         Hasanuddin. Makassar.

Nontji. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. 114-124.

Suharsono. 2008. Jenis-jenis Karang yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. Puslitbang OseanologiLIPI, Jakarta.

Wilkinson, C. 2002. Status of Coral Reefs of The World : 2002. Australian Institut of Marine Science. Australia.

Soong, K. and Chen. T. 2003. Coral Transplantation: Regeneration and Growth of Acropora Fragments in a Nursery. Restoration Ecology. 1: 62 – 71.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar